Senin, 24 November 2014

PENGARUH AEC TERHADAP PEMBERLAKUAN PAJAK DI INDONESIA

Berbicara tentang Indonesia, Indonesia memiliki banyak sekali hasil karya yang patut untuk dibanggakan. Batik adalah salah satunya. Luar biasa bukan Indonesia memiliki batik sendiri, yang Negara lain pun bangga dengan batik milik kita. Namun sayangnya, Indonesia kurang memperdulikan hasil karya tersebut, bagaimana tidak? Batik kita , sudah di claim oleh Negara Malaysia. Negara Malaysia mengakui kepada seluruh dunia bahwa batik adalah hasil karyanya. Itu tandanya bahwa Malaysia mencintai batik kita daripada kita orang Indonesia sendiri. Kalau kita cinta, mengapa setelah di claim oleh orang lain kita baru membuat hak cipta atas produk tersebut? Apakah itu salah Malaysia? Tentu saja tidak sepenuhnya. Indonesia hanya kurang bangga terhadap semua hasil karya yang dibuat oleh Indonesia sendiri.
Tahun 2015 akan segera tiba, AEC pun juga akan segera dimulai. Survey membuktikan bahwa Indonesia kurang siap dengan adanya AEC ini. Mungkin kita bertanya-tanya apa yang harus kita siapkan untuk datangnya AEC tersebut sebagai tenaga kerja produktif dan sebagai mahasiswa yang duduk di bangku perkuliahan. Kita lupa bahwa tidak semua orang yang datang dari luar negeri lebih hebat dari kita. Kasus diatas menunjukkan kepribadian kita, AEC tidak perlu kita takuti sebenarnya, beribu orang dari luar negeri datang ke Indonesia pun tidak jadi masalah, asalkan kita mau menghargai produk dalam  negeri kita. AEC adalah perdagangan bebas seluruh Asean, namun jika kita tetap menghargai produk Negara kita sendiri, itu tidak akan menjadi masalah.

Para pemimpin Negara-negara ASEAN telah sepakat dibentuknya kerjasama organisasi yang lebih solid dan maju. Nah pada tahun 2015 yang akan datang ASEAN akan berintegrasi memasuki era baru yaitu ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015 yang bercita-cita mensejahterakan rakyat dan menjaga stabilitas keamanan di kawasan Asia Tenggara. Perlahan Indonesia akan menuju ke Negara maju. Kalau tidak dimulai dari sekarang mau kapan lagi?  Berbicara tentang menuju ke arah Negara maju, coba kita melihat ke Negara jepang. Seringkali kita membandingkan Negara kita dengan Negara yang jauh tertinggal dari kita. Itulah yang menyebabkan kita semakin tertingal. Coba kita bandingkan dengan Negara jepang , jepang menciptakan robot karena jepang sangat menghargai SDM yang dimilikinya. SDM yang ada di jepang dianggap sebagai harta. Bagaimana dengan Indonesia? Indonesia bahkan hingga sat ini masih bergantung pada SDM. Orang-orang dituntut untuk membayar pajak untuk mengisi kas Negara. Memang benar bahwa kas tersebut nantinya akan dibuat untuk memfasilitasi semua yang dibutuhkan rakyat, dari jalan raya hingga berupa bangunan. Tetapi apakah sudah terealisasi dengan benar? Rakyat Indonesia pun juga masih saja banyak yang miskin.
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut penguasa berdasarkan norma-norma hokum untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum.

            Ketentuan Pajak Penghasilan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013,merupakan kebijakan Pemerintah yang mengatur mengenai Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu.. Kebijakaan Pemerintah ini bermaksud untuk selain memberikan kemudahan dan penyederhanaan aturan perpajakan, juga diharapkan mengedukasi masyarakat untuk tertib administrasi dan transparansi serta memberikan kesempatan masyarakat untuk berkontribusi dalam penyelenggaraan negara. Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 hanya lebih kepada penambahan jenis objek pajak final sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat 2 UU PPh yang didasari oleh klasifikasi peredaran usaha tertentu. Namun, penambahan jenis pajak ini merubah paradigma pajak khususnya bagi Wajib Pajak yang sebelumnya menyelenggarakan pencatatan ataupun pembukuan sebagaimana telah diatur pada Undang-Undang PPh No.36 tahun 2008. Tujuan diberlakukannya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2013 adalah:
1.Kemudahan bagi masyarakat dalam pelaksanaan kewajiban Perpajakan;
2.Meningkatnya pengetahuan tentang manfaat perpajakan bagi masyarakat;
3.Terciptanya kontrol sosial dalam memenuhi kewajiban perpajakan.

Pemerintah harus menyadari bahwa factor ekonomi dalam  meningkatkan kepatuhan pajak seperti tarif pajak, sanksi dan denda administrasi seharusnya tidak lagi menjadi fokus utama pemerintah untuk membuat wajib pajak patuh dalam melaksanakan kepatuhan pajak. Meskipun pemerintah mempunyai legitimasi hukum untuk memaksa wajib pajak, tetapi pemerintah tidak mempunyai legitimasi psikologi, sehingga diperlu-kan adanya pendekatan baru dalam rangka meningkatkan kepatuhan pajak. Faktor postur motivasi secara simultan mempengaruhi kepatuhan wajib pajak orang pribadi dalam melaksanakan kepatuhan pajak. Hal ini berarti wajib pajak mempunyai motivasi yaitu berkomitmen untuk melaksanakan kewajib-an pajak dan mentaati peraturan perpajakan yang berlaku,, tetapi pada saat wajib pajak kemudian melihat besaran pajak yang harus dibayar, maka akan muncul perlawanan terbuka terhadap otori-tas pajak (resistance), dan timbul ketidakcocokan  dengan otoritas pajak dan ketidakpedulian (disengagement) dan muncul keinginan untuk melakukan perencanaan pajak (game playing).

Pengaruh AEC terhadap pemungutan pajak juga akan semakin rumit. Bert Mesdom (2011) mengungkapkan bahwa penerapan yuridiksi yang berbeda antar negara dapat memungut PPN atas transaksi yang sama. Masalah utama dalam sistem pemungutan PPN atas transaksi lintas batas adalah mengenai  bagaimana menentukan jangkauan yuridiksi  pemajakan. PPN merupakan pajak yang dikenakan berdasarkan prinsip teritorial, sehingga ketika transaksi yang dilakukan ternyata melibatkan lebih dari satu teritorial negara, maka penentuan tempat terutangnya PPN menjadi rumit. Dalam menentukan  yudiksi mana yang berhak mengenakan PPN atas transaksi lintas batas, Keith Kendall (2006) mengemukakan dua prinsip yaitu:

1.Original principle : PPN akan dikenakan di mana suatu barang dan/atau jasa berasal/diproduksi. Sehingga pada system ini tidak melihat apakah barang dan atau jasa tersebut akan dikonsumsi di negara tersebut ataupun di ekspor.
2.Destination principle : prinsip ini mengatur bahwa PPN dikenakan di tempat konsumsi dilakukan. Konsekuensinya, atas ekspor  barang/jasa tidak dikenakan PPN, sedangkan untuk impor akan dikenakan PPN

Harmonisasi penetapan kebijakan  pajak tidak langung atas konsumsi (PPN) harus dilakukan pada negara-negara yang melakukan transaksi lintas batas pada  perdagangan internasional. AEC 2015 sebagai salah satu wadah yang memfasilitasi terjadinya perdagangan internasional wajib mensinkronisasikan kebijakan atas pemungutan PPN hal ini dikarenakan untuk menhindari adanya double taxation, double non-taxation, perbedaan persepsi tentang tempat terjadinya konsumsi akhir suatu barang dan  jasa, serta adanya kepentingan dari masing-masing negara untuk menerapkan peraturan yang merugikan bagi para pelaku ekonomi internasional dalam AEC 2015. Secara  prinsip penerapan pemungutan PPN didasarkan pada prinsip pemungutan  berdasarkan asal dan juga berdasarkan  prinsip tujuan. 

Karya tulis ini dibuat oleh :
Oktavia Sudono (NRP : 3203013220)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar