Berbicara
tentang Indonesia, Indonesia memiliki banyak sekali hasil karya yang patut
untuk dibanggakan. Batik adalah salah satunya. Luar biasa bukan Indonesia memiliki
batik sendiri, yang Negara lain pun bangga dengan batik milik kita. Namun
sayangnya, Indonesia kurang memperdulikan hasil karya tersebut, bagaimana
tidak? Batik kita , sudah di claim oleh Negara Malaysia. Negara Malaysia
mengakui kepada seluruh dunia bahwa batik adalah hasil karyanya. Itu tandanya
bahwa Malaysia mencintai batik kita daripada kita orang Indonesia sendiri.
Kalau kita cinta, mengapa setelah di claim oleh orang lain kita baru membuat
hak cipta atas produk tersebut? Apakah itu salah Malaysia? Tentu saja tidak
sepenuhnya. Indonesia hanya kurang bangga terhadap semua hasil karya yang
dibuat oleh Indonesia sendiri.
Tahun
2015 akan segera tiba, AEC pun juga akan segera dimulai. Survey membuktikan
bahwa Indonesia kurang siap dengan adanya AEC ini. Mungkin kita bertanya-tanya
apa yang harus kita siapkan untuk datangnya AEC tersebut sebagai tenaga kerja
produktif dan sebagai mahasiswa yang duduk di bangku perkuliahan. Kita lupa
bahwa tidak semua orang yang datang dari luar negeri lebih hebat dari kita.
Kasus diatas menunjukkan kepribadian kita, AEC tidak perlu kita takuti
sebenarnya, beribu orang dari luar negeri datang ke Indonesia pun tidak jadi
masalah, asalkan kita mau menghargai produk dalam negeri kita. AEC adalah perdagangan bebas
seluruh Asean, namun jika kita tetap menghargai produk Negara kita sendiri, itu
tidak akan menjadi masalah.
Para
pemimpin Negara-negara ASEAN telah sepakat dibentuknya kerjasama organisasi
yang lebih solid dan maju. Nah pada tahun 2015 yang akan datang ASEAN akan
berintegrasi memasuki era baru yaitu ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015 yang
bercita-cita mensejahterakan rakyat dan menjaga stabilitas keamanan di kawasan
Asia Tenggara. Perlahan Indonesia akan menuju ke Negara maju. Kalau tidak
dimulai dari sekarang mau kapan lagi?
Berbicara tentang menuju ke arah Negara maju, coba kita melihat ke
Negara jepang. Seringkali kita membandingkan Negara kita dengan Negara yang
jauh tertinggal dari kita. Itulah yang menyebabkan kita semakin tertingal. Coba
kita bandingkan dengan Negara jepang , jepang menciptakan robot karena jepang
sangat menghargai SDM yang dimilikinya. SDM yang ada di jepang dianggap sebagai
harta. Bagaimana dengan Indonesia? Indonesia bahkan hingga sat ini masih
bergantung pada SDM. Orang-orang dituntut untuk membayar pajak untuk mengisi
kas Negara. Memang benar bahwa kas tersebut nantinya akan dibuat untuk
memfasilitasi semua yang dibutuhkan rakyat, dari jalan raya hingga berupa
bangunan. Tetapi apakah sudah terealisasi dengan benar? Rakyat Indonesia pun
juga masih saja banyak yang miskin.
Pajak
adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang sehingga dapat
dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut
penguasa berdasarkan norma-norma hokum untuk menutup biaya produksi
barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum.
Ketentuan Pajak Penghasilan yang
diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013,merupakan kebijakan
Pemerintah yang mengatur mengenai Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari usaha
yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran bruto
tertentu.. Kebijakaan Pemerintah ini bermaksud untuk selain memberikan
kemudahan dan penyederhanaan aturan perpajakan, juga diharapkan mengedukasi
masyarakat untuk tertib administrasi dan transparansi serta memberikan
kesempatan masyarakat untuk berkontribusi dalam penyelenggaraan negara.
Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 hanya lebih kepada penambahan jenis
objek pajak final sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat 2 UU PPh yang didasari
oleh klasifikasi peredaran usaha tertentu. Namun, penambahan jenis pajak ini
merubah paradigma pajak khususnya bagi Wajib Pajak yang sebelumnya
menyelenggarakan pencatatan ataupun pembukuan sebagaimana telah diatur pada
Undang-Undang PPh No.36 tahun 2008. Tujuan diberlakukannya Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2013 adalah:
1.Kemudahan
bagi masyarakat dalam pelaksanaan kewajiban Perpajakan;
2.Meningkatnya
pengetahuan tentang manfaat perpajakan bagi masyarakat;
3.Terciptanya kontrol sosial dalam
memenuhi kewajiban perpajakan.
Pemerintah
harus menyadari bahwa factor ekonomi dalam meningkatkan kepatuhan pajak seperti tarif
pajak, sanksi dan denda administrasi seharusnya tidak lagi menjadi fokus utama
pemerintah untuk membuat wajib pajak patuh dalam melaksanakan kepatuhan pajak.
Meskipun pemerintah mempunyai legitimasi hukum untuk memaksa wajib pajak,
tetapi pemerintah tidak mempunyai legitimasi psikologi, sehingga diperlu-kan
adanya pendekatan baru dalam rangka meningkatkan kepatuhan pajak. Faktor postur
motivasi secara simultan mempengaruhi kepatuhan wajib pajak orang pribadi dalam
melaksanakan kepatuhan pajak. Hal ini berarti wajib pajak mempunyai motivasi
yaitu berkomitmen untuk melaksanakan kewajib-an pajak dan mentaati peraturan
perpajakan yang berlaku,, tetapi pada saat wajib pajak kemudian melihat besaran
pajak yang harus dibayar, maka akan muncul perlawanan terbuka terhadap
otori-tas pajak (resistance), dan timbul ketidakcocokan dengan otoritas pajak dan ketidakpedulian
(disengagement) dan muncul keinginan untuk melakukan perencanaan pajak (game
playing).
Pengaruh AEC terhadap pemungutan
pajak juga akan semakin rumit. Bert Mesdom (2011) mengungkapkan bahwa penerapan
yuridiksi yang berbeda antar negara dapat memungut PPN atas transaksi yang
sama. Masalah utama dalam sistem pemungutan PPN atas transaksi lintas batas
adalah mengenai bagaimana menentukan jangkauan yuridiksi pemajakan.
PPN merupakan pajak yang dikenakan berdasarkan prinsip teritorial, sehingga ketika
transaksi yang dilakukan ternyata melibatkan lebih dari satu teritorial negara,
maka penentuan tempat terutangnya PPN menjadi rumit. Dalam menentukan yudiksi mana yang berhak mengenakan PPN atas
transaksi lintas batas, Keith Kendall (2006) mengemukakan dua prinsip yaitu:
1.Original principle : PPN akan
dikenakan di mana suatu barang dan/atau jasa berasal/diproduksi. Sehingga pada
system ini tidak melihat apakah barang dan atau jasa tersebut akan dikonsumsi
di negara tersebut ataupun di ekspor.
2.Destination principle : prinsip
ini mengatur bahwa PPN dikenakan di tempat konsumsi dilakukan. Konsekuensinya,
atas ekspor barang/jasa tidak dikenakan PPN, sedangkan untuk impor akan
dikenakan PPN
Harmonisasi penetapan kebijakan pajak
tidak langung atas konsumsi (PPN) harus dilakukan pada negara-negara yang
melakukan transaksi lintas batas pada perdagangan internasional. AEC 2015
sebagai salah satu wadah yang memfasilitasi terjadinya perdagangan
internasional wajib mensinkronisasikan kebijakan atas pemungutan PPN hal ini
dikarenakan untuk menhindari adanya double taxation, double non-taxation,
perbedaan persepsi tentang tempat terjadinya konsumsi akhir suatu barang dan
jasa, serta adanya kepentingan dari masing-masing negara untuk menerapkan
peraturan yang merugikan bagi para pelaku ekonomi internasional dalam AEC 2015.
Secara prinsip penerapan pemungutan PPN didasarkan pada prinsip
pemungutan berdasarkan asal dan juga berdasarkan prinsip tujuan.
Karya tulis ini dibuat oleh :
Oktavia Sudono (NRP : 3203013220)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar