Berat rasanya tangan ini merogoh kocek untuk
diberikan kepada Negara. Itulah yang dirasakan sebagian besar penduduk
Indonesia. “Kenapa harus membayar pajak?” Pertanyaan sama yang selalu dilontarkan hampir
setiap orang. Seperti anak kecil, mereka lebih memilih untuk bermain
sembunyi-sembunyian dengan fiskus (orang pajak). Direktorat Jenderal Pajak
(DJP) dibuatnya pusing mencari dan menelusuri kesana-kemari. Beraksi seperti
detektif, Dirjen Pajak harus melacak dan mengawasi jutaan Wajib Pajak di
Indonesia. Siapa pemenangnya tidaklah penting. Bukan masalah menang atau kalah,
namun mau dibawa ke mana Negara Indonesia tercinta ini jika permainan ini terus
berlanjut?
Pajak
adalah iuran rakyat yang harus dibayar ke kas negara, sehingga bersifat
paksaan. Sistem pemungutan pajak dibagi menjadi 3, yaitu:
1. Sistem
Self-Assessment
Sistem
pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada wajib pajak untuk menghitung
sendiri, melaporkan sendiri, dan membayar sendiri pajak yang terhutang yang
seharusnya dibayar. Ciri-ciri sistem pemungutan pajak ini adalah:
·
Pajak terhutang dihitung sendiri
oleh wajib pajak
·
Wajib pajak bersifat aktif
dengan melaporkan dan membayar sendiri pajak terhutang yang seharusnya dibayar
·
Pemerintah tidak perlu
mengeluarkan surat ketetapan pajak setiap saat, kecuali oleh kasus-kasus
tertentu saja seperti wajib pajak terlambat melaporkan atau membayar pajak
terhutang atau terdapat pajak yang seharusnya dibayar tetapi tidak dibayar.
·
Fiskus hanya berperan sebagai
pengawas.
2.
Sistem Official Assessment
Sistem
pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada pemerintah (petugas pajak)
untuk menentukan besarnya pajak terhutang wajib pajak. Ciri-ciri sistem pemungutan
pajak ini adalah:
·
Pajak terhutang dihitung
oleh petugas pajak
·
Wajib pajak bersifat pasif
·
Hutang pajak timbul setelah
petugas pajak menghitung pajak yang terhutang dengan diterbitkannya surat
ketetapan pajak.
3. Sistem
Witholding
Sistem
pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada pihak lain atau pihak ketiga
untuk memotong dan memungut besarnya pajak yang terhutang oleh wajib pajak.
Pihak ketiga disini adalah pihak lain selain pemerintah dan wajib pajak.
Ketiga sistem tersebut memiliki kelebihan dan
kekurangannya masing-masing. Salah satunya pada sistem self-assessment yang dianut di Indonesia. Sistem tersebut memberikan
celah bagi wajib pajak untuk melakukan kecurangan-kecurangan. Banyak wajib
pajak yang selalu berusaha untuk memanipulasi penghasilannya sehingga beban
pajak yang harus dibayarkan menjadi lebih kecil. Hal ini akan berdampak pada
penghasilan Negara dari pajak yang menjadi semakin kecil. Selain melakukan
manipulasi, banyak pula wajib pajak yang berusaha menghindari kewajibannya
membayar pajak. Wajib pajak tersebut tidak menyampaikan surat pemberitahuan (SPT)
dan tidak melakukan pembayaran. Fakta lain yang ada di Indonesia hingga saat
ini, para pengusaha dan orang-orang kaya juga banyak yang masih belum memiliki
NPWP.
Penghindaran
pajak yang dilakukan oleh wajib pajak sebagian besar dikarenakan proses yang
berbelit-belit dan membingungkan. Selain itu juga dikarenakan proses panjang
yang perlu menyita banyak waktu untuk menghitung jumlah pajak terutang dan
mengisi SPT. Proses yang harus dilalui terlalu kompleks. Masyarakat membutuhkan
sistem pembayaran/ pemungutan yang lebih sederhana. Alasan lain dari
penghindaran pajak yang dilakukan oleh masyarakat adalah karena masyarakat
tidak tahu penggunaan uang dari hasil pemungutan pajak tersebut, sehingga
masyarakat menjadi enggan untuk membayar pajak. Terlebih lagi mengingat
tingginya tingkat korupsi yang dilakukan di Indonesia, menjadikan masyarakat
semakin tidak rela untuk mengeluarkan uang mereka. Seperti data dalam tabel ini
yang menunjukkan masih banyaknya perkara korupsi di Indonesia. Data ini hanya
beberapa dari sekian banyak kasus korupsi yang belum terungkap. Kasus-kasus
tersebut membuat masyarakat menjadi semakin tidak percaya pada pemerintah.
Kinerja pemerintah menjadi terhambat tanpa adanya kepercayaan dari masyarakat.
Tabulasi Data Penanganan
Korupsi (oleh KPK) Tahun 2004-2014
(per 31 Oktober 2014)
Penindakan
|
2004
|
2005
|
2006
|
2007
|
2008
|
2009
|
2010
|
2011
|
2012
|
2013
|
2014
|
Jumlah
|
Penyelidikan
|
23
|
29
|
36
|
70
|
70
|
67
|
54
|
78
|
77
|
81
|
73
|
658
|
Penyidikan
|
2
|
19
|
27
|
24
|
47
|
37
|
40
|
39
|
48
|
70
|
49
|
402
|
Penuntutan
|
2
|
17
|
23
|
19
|
35
|
32
|
32
|
40
|
36
|
41
|
37
|
314
|
Inkracht
|
0
|
5
|
17
|
23
|
23
|
39
|
34
|
34
|
28
|
40
|
34
|
277
|
Eksekusi
|
0
|
4
|
13
|
23
|
24
|
37
|
36
|
34
|
32
|
44
|
40
|
287
|
Untuk menangani hal ini,
pemerintah harus selalu transparan memberitahukan penggunaan uang dari hasil
pemungutan pajak tersebut. Dengan begitu, masyarakat dapat selalu ikut
memantau. Cara ini dapat memupuk dan meningkatkan kepercayaan rakyat pada
Negara.
Wajib pajak yang menjalankan
kewajiban pembayaran pajak juga sering melakukan kesalahan sehingga berakibat
merugikan bagi mereka. Penyebabnya karena ketidaktahuan akan
peraturan-peraturan yang ada dan sedang berlaku. Seperti yang kita ketahui,
peraturan perpajakan di Indonesia selalu berubah-ubah, namun sosialisasi dan
penyuluhannya sering tidak sampai ke masyarakat. Jika terjadi kesalahan, mereka
juga yang disalahkan dan harus menanggung sanksi dan/atau hukuman. Hal ini
tidak baik karena dapat menurunkan minat masyarakat dalam menjalankan kewajiban
perpajakannya sebagai akibat dari perasaan dirugikan.
Terlihat
di tahun 2014, tingkat kepatuhan masyarakat untuk membayar pajak cenderung
turun sejak tahun 2012. Tax ratio Indonesia masih sangat rendah, yaitu 13,3%.
Tingkat kepatuhan pembayaran pajak hanya 60%. Sedangkan anggaran belanja
pemerintah tiap tahun semakin tinggi. Pertambahan penduduk setiap tahunnya
menjadi salah satu penyebabnya. Akibatnya, pendapatan Negara menjadi semakin
kecil, sehingga pemerintah harus menghemat belanja Negara. Padahal, pajak yang
dibayarkan masyarakat ke Negara, pada akhirnya akan kembali lagi ke rakyat.
Secara tidak langsung, uang tersebut digunakan pemerintah untuk meningkatkan
dan memperbaiki sarana dan prasarana / fasilitas umum yang digunakan masyarakat
bersama-sama. Pajak tersebut juga digunakan pemerintah untuk pembangunan di
berbagai sektor lainnya. Contoh penggunaan pajak yaitu untuk pembangunan
dan/atau perbaikan jalan raya, rumah sakit, sekolah, dan untuk pemberian
subsidi bagi masyarakat kurang mampu. Semua pada akhirnya digunakan untuk
pembangunan dan kesejahteraan rakyat.
Penerimaan pajak yang kecil
dan tidak sesuai target, menyebabkan pembangunan yang tersendat. Setoran pajak
2014 diperkirakan tidak akan mencapai target. Hingga akhir tahun, penerimaan
pajak diperkirakan hanya 94%. Apabila dana yang harus dikucurkan pemerintah
untuk pembangunan tidak cukup, pemerintah pun harus mendanainya dari hutang.
Padahal, Negara ini sudah memiliki tumpukan hutang yang belum juga lunas.
Karena ketidakpatuhan masyarakat, beban Negara menjadi lebih berat. Ketidak
lancaran pembangunan pun menjadi kesalahan pemerintah lagi. Padahal salah satu
penyebabnya adalah karena kita sendiri.
Untuk
mengatasi permasalahan ini, dibutuhkan suatu sistem yang sederhana bagi
masyarakat. Sistem yang dapat mengawasi dan mencatat segala penerimaan dan
transaksi yang dilakukan setiap orang. Dengan begitu, masyarakat tidak perlu kerepotan
untuk menghitung sendiri pajak yang harus mereka bayar. Sistem ini juga dapat
menutup celah kecurangan yang mungkin dilakukan wajib pajak. Masyarakat tidak
dapat lagi mengelak untuk menutupi kebohongannya, manipulasi dan transaksi yang
tidak dicatat. Seperti sistem pembayaran pajak di Indonesia yang sekarang dapat
dilakukan secara Online atau yang
disebut Billing System, teknologi
akan terus berkembang. Salah satunya di Jogjakarta sedang gencar dilakukan sosialisasi
tentang e-Tax. Pemerintah Kota Jogjajakarta
juga akan melakukan kerjasama dengan Perbankan sehingga memberikan kemudahan
pencatatan transaksi secara otomatis.
Pajak bukan untuk dihindari.
Tidak ada yang perlu ditakuti dari pajak. Kita (Indonesia) adalah sebuah keluarga
besar yang membutuhkan pajak untuk dapat membiayai pembangunan. Untuk Indonesia
yang lebih baik, mari patuh membayar pajak.
Sumber:
Karya ini ditulis oleh:
Novita Liyadi (NRP: 3203013170)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar