Selasa, 25 November 2014

1001 Alasan Tidak Patuh Membayar Pajak

Berat rasanya tangan ini merogoh kocek untuk diberikan kepada Negara. Itulah yang dirasakan sebagian besar penduduk Indonesia. “Kenapa harus membayar pajak?” Pertanyaan sama yang selalu dilontarkan hampir setiap orang. Seperti anak kecil, mereka lebih memilih untuk bermain sembunyi-sembunyian dengan fiskus (orang pajak). Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dibuatnya pusing mencari dan menelusuri kesana-kemari. Beraksi seperti detektif, Dirjen Pajak harus melacak dan mengawasi jutaan Wajib Pajak di Indonesia. Siapa pemenangnya tidaklah penting. Bukan masalah menang atau kalah, namun mau dibawa ke mana Negara Indonesia tercinta ini jika permainan ini terus berlanjut?

            Pajak adalah iuran rakyat yang harus dibayar ke kas negara, sehingga bersifat paksaan. Sistem pemungutan pajak dibagi menjadi 3, yaitu:
1.    Sistem Self-Assessment
Sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada wajib pajak untuk menghitung sendiri, melaporkan sendiri, dan membayar sendiri pajak yang terhutang yang seharusnya dibayar. Ciri-ciri sistem pemungutan pajak ini adalah:
·         Pajak terhutang dihitung sendiri oleh wajib pajak
·         Wajib pajak bersifat aktif dengan melaporkan dan membayar sendiri pajak terhutang yang seharusnya dibayar
·         Pemerintah tidak perlu mengeluarkan surat ketetapan pajak setiap saat, kecuali oleh kasus-kasus tertentu saja seperti wajib pajak terlambat melaporkan atau membayar pajak terhutang atau terdapat pajak yang seharusnya dibayar tetapi tidak dibayar.
·         Fiskus hanya berperan sebagai pengawas.
2.    Sistem Official Assessment
Sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada pemerintah (petugas pajak) untuk menentukan besarnya pajak terhutang wajib pajak. Ciri-ciri sistem pemungutan pajak ini adalah:
·         Pajak terhutang dihitung oleh petugas pajak
·         Wajib pajak bersifat pasif
·         Hutang pajak timbul setelah petugas pajak menghitung pajak yang terhutang dengan diterbitkannya surat ketetapan pajak.
3.    Sistem Witholding
Sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada pihak lain atau pihak ketiga untuk memotong dan memungut besarnya pajak yang terhutang oleh wajib pajak. Pihak ketiga disini adalah pihak lain selain pemerintah dan wajib pajak.

Ketiga sistem tersebut memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Salah satunya pada sistem self-assessment yang dianut di Indonesia. Sistem tersebut memberikan celah bagi wajib pajak untuk melakukan kecurangan-kecurangan. Banyak wajib pajak yang selalu berusaha untuk memanipulasi penghasilannya sehingga beban pajak yang harus dibayarkan menjadi lebih kecil. Hal ini akan berdampak pada penghasilan Negara dari pajak yang menjadi semakin kecil. Selain melakukan manipulasi, banyak pula wajib pajak yang berusaha menghindari kewajibannya membayar pajak. Wajib pajak tersebut tidak menyampaikan surat pemberitahuan (SPT) dan tidak melakukan pembayaran. Fakta lain yang ada di Indonesia hingga saat ini, para pengusaha dan orang-orang kaya juga banyak yang masih belum memiliki NPWP.

            Penghindaran pajak yang dilakukan oleh wajib pajak sebagian besar dikarenakan proses yang berbelit-belit dan membingungkan. Selain itu juga dikarenakan proses panjang yang perlu menyita banyak waktu untuk menghitung jumlah pajak terutang dan mengisi SPT. Proses yang harus dilalui terlalu kompleks. Masyarakat membutuhkan sistem pembayaran/ pemungutan yang lebih sederhana. Alasan lain dari penghindaran pajak yang dilakukan oleh masyarakat adalah karena masyarakat tidak tahu penggunaan uang dari hasil pemungutan pajak tersebut, sehingga masyarakat menjadi enggan untuk membayar pajak. Terlebih lagi mengingat tingginya tingkat korupsi yang dilakukan di Indonesia, menjadikan masyarakat semakin tidak rela untuk mengeluarkan uang mereka. Seperti data dalam tabel ini yang menunjukkan masih banyaknya perkara korupsi di Indonesia. Data ini hanya beberapa dari sekian banyak kasus korupsi yang belum terungkap. Kasus-kasus tersebut membuat masyarakat menjadi semakin tidak percaya pada pemerintah. Kinerja pemerintah menjadi terhambat tanpa adanya kepercayaan dari masyarakat.
  
Tabulasi Data Penanganan Korupsi (oleh KPK) Tahun 2004-2014
(per 31 Oktober 2014)
Penindakan
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
Jumlah
Penyelidikan
23
29
36
70
70
67
54
78
77
81
73
658
Penyidikan
2
19
27
24
47
37
40
39
48
70
49
402
Penuntutan
2
17
23
19
35
32
32
40
36
41
37
314
Inkracht
0
5
17
23
23
39
34
34
28
40
34
277
Eksekusi
0
4
13
23
24
37
36
34
32
44
40
287
Untuk menangani hal ini, pemerintah harus selalu transparan memberitahukan penggunaan uang dari hasil pemungutan pajak tersebut. Dengan begitu, masyarakat dapat selalu ikut memantau. Cara ini dapat memupuk dan meningkatkan kepercayaan rakyat pada Negara.

Wajib pajak yang menjalankan kewajiban pembayaran pajak juga sering melakukan kesalahan sehingga berakibat merugikan bagi mereka. Penyebabnya karena ketidaktahuan akan peraturan-peraturan yang ada dan sedang berlaku. Seperti yang kita ketahui, peraturan perpajakan di Indonesia selalu berubah-ubah, namun sosialisasi dan penyuluhannya sering tidak sampai ke masyarakat. Jika terjadi kesalahan, mereka juga yang disalahkan dan harus menanggung sanksi dan/atau hukuman. Hal ini tidak baik karena dapat menurunkan minat masyarakat dalam menjalankan kewajiban perpajakannya sebagai akibat dari perasaan dirugikan.

            Terlihat di tahun 2014, tingkat kepatuhan masyarakat untuk membayar pajak cenderung turun sejak tahun 2012. Tax ratio Indonesia masih sangat rendah, yaitu 13,3%. Tingkat kepatuhan pembayaran pajak hanya 60%. Sedangkan anggaran belanja pemerintah tiap tahun semakin tinggi. Pertambahan penduduk setiap tahunnya menjadi salah satu penyebabnya. Akibatnya, pendapatan Negara menjadi semakin kecil, sehingga pemerintah harus menghemat belanja Negara. Padahal, pajak yang dibayarkan masyarakat ke Negara, pada akhirnya akan kembali lagi ke rakyat. Secara tidak langsung, uang tersebut digunakan pemerintah untuk meningkatkan dan memperbaiki sarana dan prasarana / fasilitas umum yang digunakan masyarakat bersama-sama. Pajak tersebut juga digunakan pemerintah untuk pembangunan di berbagai sektor lainnya. Contoh penggunaan pajak yaitu untuk pembangunan dan/atau perbaikan jalan raya, rumah sakit, sekolah, dan untuk pemberian subsidi bagi masyarakat kurang mampu. Semua pada akhirnya digunakan untuk pembangunan dan kesejahteraan rakyat.

Penerimaan pajak yang kecil dan tidak sesuai target, menyebabkan pembangunan yang tersendat. Setoran pajak 2014 diperkirakan tidak akan mencapai target. Hingga akhir tahun, penerimaan pajak diperkirakan hanya 94%. Apabila dana yang harus dikucurkan pemerintah untuk pembangunan tidak cukup, pemerintah pun harus mendanainya dari hutang. Padahal, Negara ini sudah memiliki tumpukan hutang yang belum juga lunas. Karena ketidakpatuhan masyarakat, beban Negara menjadi lebih berat. Ketidak lancaran pembangunan pun menjadi kesalahan pemerintah lagi. Padahal salah satu penyebabnya adalah karena kita sendiri.

            Untuk mengatasi permasalahan ini, dibutuhkan suatu sistem yang sederhana bagi masyarakat. Sistem yang dapat mengawasi dan mencatat segala penerimaan dan transaksi yang dilakukan setiap orang. Dengan begitu, masyarakat tidak perlu kerepotan untuk menghitung sendiri pajak yang harus mereka bayar. Sistem ini juga dapat menutup celah kecurangan yang mungkin dilakukan wajib pajak. Masyarakat tidak dapat lagi mengelak untuk menutupi kebohongannya, manipulasi dan transaksi yang tidak dicatat. Seperti sistem pembayaran pajak di Indonesia yang sekarang dapat dilakukan secara Online atau yang disebut Billing System, teknologi akan terus berkembang. Salah satunya di Jogjakarta sedang gencar dilakukan sosialisasi tentang e-Tax. Pemerintah Kota Jogjajakarta juga akan melakukan kerjasama dengan Perbankan sehingga memberikan kemudahan pencatatan transaksi secara otomatis.

Pajak bukan untuk dihindari. Tidak ada yang perlu ditakuti dari pajak. Kita (Indonesia) adalah sebuah keluarga besar yang membutuhkan pajak untuk dapat membiayai pembangunan. Untuk Indonesia yang lebih baik, mari patuh membayar pajak.

Sumber:

Karya ini ditulis oleh:

Novita Liyadi (NRP: 3203013170)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar