Jumat, 21 November 2014

Kesiapan Akuntan Indonesia menghadapi ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015

       
Pada tahun 2015, Indonesia akan memasuki ASEAN Community. Pergerakan bebas dari barang-barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil, dan kebebasan arus modal akan terjadi di Indonesia. Pergerakan bebas tenaga kerja terampil atau dapat disebut liberalisasi sektor jasa.
            
Dalam upaya mendukung liberalisasi sektor jasa ini, terutama terkait lalu lintas atau perpindahan tenaga kerja terampil, negara-negara anggota ASEAN menandatangani MRA (Mutual Recognition Agreement) pada tanggal 19 November 2007. MRA ini menjadi sebuah hal mutlak yang dilakukan untuk mendukung liberalisasi sektor jasa yang berasaskan keadilan/fairness. Hal ini tentu akan mengancam penduduk Indonesia. Di antara Negara ASEAN, Indonesia termasuk Negara yang memiliki  jumlah pengangguran yang tinggi. Badan Pusat Statistik (BPS) merilis tingkat pengangguran terbuka di Indonesia per Februari 2014  sebesar 5,7% atau 7,15 juta jiwa.

Dalam MRA dan MRA Framework ada 8 jasa yang telah disepakati, yaitu (1) MRA untuk jasa teknik; (2) arsitek; (3) jasa perawatan; (4) praktisi medis; (5) praktisi gigi/dokter gigi; (6) jasa akuntan; (7) penyigian (surveying). Jasa akuntan adalah salah satu sektor jasa yang penting, tidak hanya karena ia berperan penting dalam produksi barang dan jasa yang lain, tetapi juga karena akuntansi sangat penting bagi implementasi dan penegakan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan keuangan.
Setelah reformasi pada tahun 1998, banyak Undang-Undang baru yang diterbitkan untuk menciptakan good governance dan mencegah terjadinya kejahatan keuangan seperti korupsi. Sebagai dampaknya, laporan keuangan lembaga dari berbagai sektor kini perlu mendapatkan penilaian Wajar Tanpa Pengecualian dari Kantor Akuntan Publik yang independen.

Berdasarkan data dari IAI, ada 226.780 organisasi yang perlu mendapatkan WTP (Wajar Tanpa Pengecualian), mulai dari lembaga pemerintah, perusahaan , hingga yayasan dan lembaga swadaya masyarakat. Tidak hanya di bidang audit, beberapa faktor yang dinilai mendorong berkembangnya profesi akuntan adalah : 1) Pertumbuhan pasar modal 2) Pertumbuhan pesat dari lembaga-lembaga keuangan baik bank maupun non-bank. 3) Adanya kerjasama IAI dengan Dirjen Pajak dalam rangka menegaskan peran akuntan publik dalam pelaksanaan peraturan perpajakan di Indonesia 4) Berkembangnya penanaman modal asing dan globalisasi kegiatan perekonomian. Dengan demikian dapat kita lihat bahwa Indonesia membutuhkan banyak sekali profesi akuntan, sehingga peluang akuntan di Indonesia terbuka sangat lebar.

ROSC 2010 juga melakukan wawancara dengan pihak PPAJP Kementerian Keuangan yang kemudian menemukan bahwa dari lebih dari 400 KAP yang ada di Indonesia, hanya sedikit yang mampu memenuhi standar akuntansi yang ada dengan baik. Beberapa compliance gap yang muncul antara lain:

1. Banyak auditor tidak melakukan audit planning dengan baik.
2. Banyak dokumentasi yang diperlukan tidak disiapkan di dalam laporan. Bahkan ketika proses yang dilakukan benar, tidak semua dokumentasi ini dimasukkan dalam laporan untuk menunjukkan bukti dari hasil audit tersebut.
3. Banyak auditor dianggap tidak secara serius melakukan upaya untuk mendeteksi pemalsuan (fraud).
4. Banyak auditor tidak melakukan upaya untuk memeriksa asumsi going concern (keberlangsungan usaha) yang digunakan oleh manajemen.
5. Banyak auditor tidak terlalu serius untuk menerapkan langkah-langkah yang ketat untuk mengenal, menilai, dan merespon resiko dari financial misstatement yang mungkin ditimbulkan oleh tidak tersedianya penjelasan tentang hubungan dengan berbagai pihak yang lain.
6. Auditor seringkali menerima begitu saja valuasi dari pihak manajemen tanpa secara kritis memberikan penilaian. Auditor juga sering begitu saja menerima penilaian dari auditor yang lain tanpa memeriksa kualitas dari auditor yang menyusun laporan tersebut.

Compliance Gap ini kemudian memunculkan beberapa persepsi terkait kualitas jasa akuntansi di Indonesia. Meskipun para pelaku pasar menganggap bahwa ada peningkatan dalam sepuluh tahun terakhir, para pelaku pasar cenderung lebih percaya kepada laporan yang dihasilkan oleh KAP besar yang berafiliasi dengan The Big 4. Selain itu, ada pula persepesi bahwa sarjana akuntansi yang baru saja lulus tidak memiliki kemampuan praktis dan kurang pelatihan profesional.

Di Indonesia perbandingan ketersediaan akuntan profesional dengan kebutuhan dunia kerja, masih cukup timpang. Data terakhir menunjukkan, setidaknya dibutuhkan sekitar 452 ribu akuntan. Padahal data Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai (PPAJP) Kemenkeu mencatat hanya tersedia kurang dari 16 ribu akuntan profesional.

Agus Suparto, Kepala Bidang Usaha Akuntan Publik PPAJP dalam acara Peluncuran Silabus Ujian Chartered Accountant (CA) Indonesia dan Seminar Strategi dan Regulasi Pendidikan Tinggi Akuntansi Sesuai Cetak Biru Akuntan Profesional mengatakan bahwa jika kondisi ini tidak dibenahi, diperkirakan ribuan akuntan regional akan berpraktik di Indonesia.

Berdasarkan data yang ada Malaysia, Singapura dan Thailand mempunyai jumlah akuntan yang jauh lebih banyak dari Indonesia. Karena itu kita perlu langkah strategis untuk mempercepat pertumbuhan akuntan profesional dalam negeri, baik secara kualitas maupun kuantitas.

Oleh karena itu,pada tanggal 13 Februari 2014 Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) meluncurkan silabus ujian Chartered Accountant (CA) Indonesia dalam rangka menyambut penyelenggaraan ujian CA pertama pada bulan Juni mendatang. Ini adalah upaya menyejajarkan akuntan profesional Indonesia dalam kerangka persaingan di ASEAN Economic Community 2015.

Masa grand fathering CA yang dijadwalkan berlaku sampai 31 Desember 2014 memang masih lumayan lama. Selama masa itu pula IAI telah memberikan lebih dari 5000 sertifikasi CA kepada akuntan profesional Indonesia yang memiliki track record dan kompetensi yang telah teruji dari berbagai sektor.Hal ini tentunya sudah melalui proses dan seleksi ketat di Dewan Standar Akuntan Profesional (DSAP) IAI, untuk menjamin mereka yang memiliki CA memang layak untuk itu.

Ikatan Akuntan Indonesia telah mempersiapkan para akuntan Indonesia untuk dapat bersaing dengan Negara ASEAN lain dalam menghadapi ASEAN Economic Community 2015 melalui sertifikasi Chartered Accountant (CA). Akan tetapi, dari segi kualitatif maupun kuantitatif Akuntan Indonesia nampaknya masih sangat kurang atau dapat dikatakan belum siap menghadapi ASEAN Economic Community 2015.
        
Seharusnya kita para Akuntan Indonesia baik yang masih dalam kuliah  maupun yang telah lulus harus mempersiapkan diri lebih lagi dengan mengikuti sertifikasi akuntan yang ada. Pada ASEAN Economic Community 2015, seharusnya akuntan Indonesia mampu bersaing dengan Negara ASEAN lainnya, sehingga lapangan kerja akuntan di Indonesia dapat dikuasai oleh para akuntan Indonesia sendiri.

Daftar Pustaka
Association of Southeast Asean Nations.2008.Asean Economic Community Blueprint. Asean Secretariat.
Keliat, Makmur. PhD, dkk. 2013. Pemetaan Tenaga Kerja Terampil di Indonesia dan Liberalisasi Jasa ASEAN.
Dokumen WTO Secretariat Note, S/C/W/73, 4 December 1998, diakses dari www.wto.org/english/tratop_e/serv_e/w73.doc. 
http://www.iaiglobal.or.id/v02/berita/detail.php?catid&id=617

Karya ini ditulis oleh :
Cheline Elisabeth ( NRP : 3203013020 )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar