Selasa, 25 November 2014

Pelaksanaan Peraturan Pemerintah untuk UMKM


Sekitar satu tahun yang lalu, pemerintah Indonesia membuat dan menetapkan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013. Peraturan ini merupakan sebuah peraturan mengenai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) bagi masyarakat kecil yang menjalankan usaha dalam bidang UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah). PP No. 46 Tahun 2013 ini pada dasarnya merupakan Pajak Penghasilan (Pph) yang bersifat final dengan tarif 1 persen. Pajak ini ditujukan khusus bagi pengusaha UMKM yang memiliki peredaran bruto tidak lebih dari Rp 4.800.000.000,00 dalam waktu satu tahun pajak.

Namun, hingga saat ini peraturan tersebut masih belum dapat dipahami dengan baik oleh masyarakat secara keseluruhan, terutama pengusaha UMKM sendiri. Para pengusaha UMKM yang sebagian besar merupakan masyarakat kecil, masih belum seluruhnya menjalankan peraturan ini. Hal ini dikarenakan tingkat pendidikan para pengusaha UMKM yang masih dapat dikatakan rendah. Oleh karena itu, pemerintah perlu mengadakan pengenalan lebih lanjut lagi tentang PP No. 46 Tahun 2013 ini kepada masyarakat Indonesia.
Dalam kenyataannya, para pengusaha UMKM bukan hanya belum memahami PP No. 46 Tahun 2013 ini, melainkan juga belum memahami cara perhitungan peredaran bruto tiap tahunnya. Menurut Peraturan Pemerintah ini, cara perhitungan peredaran bruto adalah dengan menjumlahkan seluruh penghasilan yang diterima dalam jangka waktu satu tahun pajak, tetapi tidak termasuk penghasilan yang sudah dikenakan Pph yang bersifat final dan jasa yang berhubungan dengan pekerjaan bebas. Disamping itu, masih ada beberapa masalah yang menyebabkan pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini agak terhambat. Beberapa masalah yang timbul diantaranya dasar penerbitan yang tidak tepat, subjek pajak yang salah sasaran, serta ketidakpastian. Banyaknya permasalahan yang timbul menyebabkan banyak masyarakat yang kontra dengan peraturan ini.

Dasar penerbitan yang tidak tepat dapat dilihat dalam bagian pertimbangan. Pada bagian tersebut telah disebutkan bahwa PP No. 46 Tahun 2013 ini merujuk kepada pasal 4 ayat 2 huruf e Undang-undang Pajak Penghasilan. Tetapi, jika kita lihat lebih lanjut PP No. 46 Tahun 2013 ini ditujukan untuk menarik pajak dari subjek pajak dengan penghasilan tertentu, sedangkan pasal 4 ayat 2 huruf e UU PPh merujuk kepada pengenaan pajak terhadap objek tertentu. Dasar penerbitan yang tidak tepat tersebut berpotensi untuk dipermasalahkan dalam berbagai sengketa yang terkait dengan peraturan ini.

Dalam PP 46 Tahun 2013, subjek pajak yang tercakup adalah orang pribadi dan badan (kecuali BUT) dengan omzet sampai dengan Rp 4.800.000.000,00 dalam waktu satu tahun pajak. Sehingga, badan usaha yang sudah masuk ke dalam sektor formal seperti Perseroan Terbatas dan Penanaman Modal Asing ikut tercakup di dalamnya. Hal ini menyebabkan terjadinya pemungutan pajak sebanyak dua kali untuk Perseroan Terbatas serta Penanaman Modal Asing.
Sementara untuk subjek pajak orang pribadi, terdapat ketentuan mengenai penghitungan penghasilan dengan menggunakan norma. Ketentuan ini berlaku bagi orang pribadi yang memiliki usaha dengan omzet di bawah Rp 4.800.000.000,00 dan memilih untuk melakukan pencatatan. Hal ini dapat menimbulkan ketidakpastian bagi subjek pajak dalam melakukan perhitungan pajak, apakah mengikuti peraturan baru dalam PP No. 46 Tahun 2013 atau tetap mengikuti peraturan yang telah berlaku sebelumnya.
Dengan melihat berbagai persoalan yang masih timbul dalam penerapan PP No. 46 Tahun 2013, alangkah baiknya bila pemerintah menganalisis kembali kebijakan yang telah dibuat dan ditetapkan. Pemerintah diharapkan agar dapat memberikan penjelasan dan kriteria-kriteria yang lebih spesifik agar Peraturan Pemerintah ini dapat lebih dimengerti oleh masyarakat. Selain itu, berbagai kesalahan seperti pemungutan pajak berganda juga dapat dihindarkan. 

Referensi :

Karya ini ditulis oleh :

Gabby Markus A.( NRP : 3203013043 )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar